Pena
H-10 (20:50- Distrik satu)
Desir halus menegakkan pori-pori
kulit. Malam ini, angin berhembus dingin sekali seperti suhu es. Dalam keadaan
seperti ini, sebagian orang lebih memilih tinggal dalam kamar dan berselimut
tebal bagai kepompong, namun tidak bagi Andri. Dalam kamar, dinginnya udara
dari celah-celah jendela sedikitpun tak dihiraukannya. Ia lebih tertarik
mengamati benda yang siang tadi ia temukan di tengah jalan, sebuah pena.
Ia timang-timang, ia amati secara
seksama benda yang ada ditangannya itu, sesekali ia mainkan benda itu karena
rasa penasarannya. Pena yang unik. Warnanya putih mengkilat dengan dua garis
hitam dipermukaannya. Ujungnya yang runcing seperti jarum, namun sayang.
Beberapa kali Andri menggoresnya diatas kertas, setitik tinta tak keluar juga.
Sesuatu yang paling menarik perhatian Andri adalah pangkal pena itu, yaitu
ukiran emas bertuliskan ‘Fluch’
“Nak
Andri! Ibu minta tolong belikan supermi di warungnya Bu Atik. Malam ini Ibu gak
punya lauk.” Suara Ibu memanggilnya dari dapur. Segera Andri beranjak dari
kamarnya demi memenuhi permintaan Ibunya itu. Pena-nya ia masukkan ke dalam
saku celana.
Beberapa menit kemudian …
Malam yang dingin biasanya menyimpan
cerita tersendiri yang terkadang tanpa di duga. Benang-benang takdir bagi
seseorang di tentukan dengan suatu kejadian yang paling berasa dalam hidupnya. Malam
ini, langit meneteskan rintik eligi nan tipis, sedikit menyamarkan suara-suara
sumbang yang saling memekik dari mulut orang-orang. Langkah-langkah kaki
merubung tergesa seakan ditarik medan magnet yang kuat. Sirine ambulan datang
dari ujung jalan demi selamatkan sesosok jasad pingsan berlumuran darah.
Pukul sembilan tepat, tragedi
mencuat. Seorang anak laki-laki tertimpa sebilah besi disamping bangunan yang
sedang di renovasi. Beberapa bungkus supermi berserakan di jalanan. Dalam
posisi telungkup, darah mengalir pekat dari luka-lukanya.
Dan di tangan kanannya, tergenggam
erat sebuah pena.
H-10 (21:05- Distrik dua)
Detik-detik melaju cepat, seiring goresan
pena yang diayunkan oleh novelis Eiri Kamil. Jarinya menari-nari diatas kertas
sejak pukul tujuh tadi. Berlembar-lembar ia habiskan dengan tulisan yang
sedemikian banyak. Konsentrasinya terpusat penuh dengan cerita yang dibuatnya,
hingga tak dihiraukannya peluh di tengkuk dan perut yang sejak tadi
keroncongan. Entah energi apa yang merasuki dirinya, ia terus menulis sampai
tangannya melepuh.
‘Ctak!’
Ia banting pena yang digunakannya,
karena tak tahan lagi. Tangannya bengkak, memerah seperti bara dan berdenyut
denyut perih. Tapi wajahnya tersenyum gembira.
“Aku telah membuat sebuah cerita
yang sangat menakjubkan! Tak kusangka, aku bisa menulis semua ini!” diangkatnya
tinggi-tinggi, semua lembar kertas yang telah ditulisnya. Selama dua jam, tak
kurang dari seratus lembar penuh dengan tulisannya. Ia masih tak percaya.
Awalnya, ia hanya coba-coba menulis cerita dengan pena yang di temukannnya tadi
di jalan, selepas pulang kerja dari kantor, tapi malah keterusan dan tak mau
berhenti. Berkali-kali dibacanya hasil tulisannya itu, tetap saja ia merasa
takjub.
“Semua ini..” Eiri mengambil pena
yang dibantingnya dari lantai. “Semua ini karena benda ini, yah! Aku yakin,
ceritaku pasti akan tersebar luas. Namaku akan jadi populer dimana-mana! Dunia
akan mengetahui ‘Eiri Kamil’ sang pengarang tersohor yang mampu menembus alam
semesta, masa depan, dan seluruh lintasan waktu. Aku tak perlu lagi hidup susah
dan terlunta-lunta”
Tentang pena yang Eiri gunakan
adalah pena berwarna hitam tanpa tutup, yang mempunyai dua garis putih di permukaannya.
Ujungnya runcing seperti jarum. Pangkal pena itu adalah ukiran emas bertuliskan
‘Fluch’.
Lalu Eiri memberi judul ceritanya
‘Hitam’
H-7 (22:05-NA_Distrik 5)
“Three..
two.. one.. start”
Sebuah roket dari distrik 5 membelah
angkasa. Malam ini, satelit terbaru Negara Z diluncurkan bersama dengan dua
orang Angkasanot, untuk mengamati keadaan bumi dan luar angkasa dari bulan.
Kalian tahu kan, seperti Astronautnya Amerika atau Kosmonautnya Rusia itu. Tapi
karena Negara Z punya pusat penelitian luar angkasa sendiri, maka dinamakan
Angkasanot, singkatan dari National
Angkasanot (NA). Diprediksikan dalam tujuh hari ke depan, bumi akan
mengalami sebuah badai yang sangat hebat. Awan Kumulonimbus berarak memenuhi setiap sudut langit dengan hujan
derasnya di beberapa negara dunia. Untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk,
maka Negara Z meluncurkan sebuah satelit demi mengawasi perubahan keadaan bumi.
Lagipula akhir-akhir ini, isu
kiamat, sering berdengung dimana-mana. Tujuh hari ke depan diprediksi akan jadi
catatan hitam sejarah dunia. Itulah sebab utama mengapa satelit terbaru Negara
Z diluncurkan. Bagaimana keadaan bumi yang mungkin akan terjadi?
H-3 (12:00-Seluruh Dunia)
Tak ada yang menyangkal fakta, bahwa
Eiri telah menjadi seorang pengarang terhebat di seluruh dunia pada hari ini.
Novel yang ia tulis tujuh hari yang lalu telah selesai tiga hari kemudian. Tak
ada 48 jam setelah novel tersebut dicetak, seratus ribu kopi habis terjual bak
kacang goreng. Seluruh penduduk Negara Z tercengang dengan isi cerita yang
ditulisnya. Setelah laku keras di dalam negeri, empat hari kemudian karyanya
tersebut telah menjadi rebutan bagi setiap penerbit di seluruh dunia. Saking
banyaknya permintaan dari masyarakat, semua staf penerjemah bahasa harus
berjuang ekstra keras menyelesaikan setiap kata untuk diterjemahkan, dan unik,
hari selanjutnya novel tersebut habis terjual di pasaran.
Dalam novel ‘Hitam’ karya Eiri
Kamil, diceritakan seorang penjelajah waktu bernama Jayana telah melintasi seluruh
jagad hingga akhir dunia. Sang tokoh utama mendapat kemampuannya itu melalui
percobaan sederhana yang ia praktekkan setelah ia mendengar suara dari langit.
Jayana mengukir sebuah lingkaran yang mengelilinginya di tanah dengan beberapa
goresan menyilang diantara kedua sudut lingkaran, lalu ia rapalkan ucapan
mantra dari langit sembari membayangkan tahun berapa ia akan pindah. Ketika
berhasil melintasi waktu, dirinya menemukan sebuah cara dari masa depan untuk
mencegah terjadinya kematian dan tragedi, serta mengubah dunia penuh dengan
kegembiraan dan kedamaian.
Seluruh rasa sakit, ia hilangkan.
Semua yang terluka langsung sembuh seketika. Tak ada lagi bencana, tak ada lagi
pekik nestapa, yang ada hanyalah dunia damai tanpa kematian yang menyedihkan.
Cerita itu menginspirasi setiap
orang saat ini untuk melakukan hal yang sama dengan sang tokoh utama. Apakah
yang terjadi? Para ilmuan, filusuf, agamawan, tak henti-hentinya mengucap ‘luar
biasa!’ dalam bahasanya masing-masing, karena seluruh teori novel ‘Hitam’ dapat
dibuktikan!
Sayangnya dalam novel yang tebalnya
enam ratus lembar itu, akhir ceritanya seperti terpotong begitu saja.
H-1000 Tahun Lalu
Langit kelabu selimuti Kerajaan Aca.
Glegar petir menyambar ganas diantara menara-menara pencakar langit. Seorang
lelaki berlari kencang menembus guyuran hujan, sembari sesekali menengok ke
belakang, memastikan para prajurit kerajaan tak dapat menemukannya diantara
tiang-tiang menara. Tangannya mencengkram kuat sebuah kotak yang
diselamatkannya dari kelaliman penguasa Aca. Setelah dirasa posisinya cukup
tersembunyi, ia membuka penutup kotak itu dengan hati-hati.
Peluh dingin menetes dari
tengkuknya, terkesiap ketika suara langkah-langkah kaki menuju ke arahnya.
Ujung-ujung tombak para prajurit berkilau diterpa kilat, seakan haus akan
darah. Mengetahui dirinya terancam, sang lelaki kembali berlari.
“Hoi! Jangan lari kau!” seru para
prajurit. Kejar mengejar kembali terjadi. Sang lelaki berlari memasuki
gang-gang sempit diantara menara. Sialnya ia menemui jalan buntu.
“Apa salahku sehingga kalian ingin
membunuhku? Bukankah wajar bila aku hanya menyelamatkan satu saja dari warisan
keluargaku?” seru sang lelaki. Para prajurit telah mengepungnya sekarang, tak
ada jalan keluar lagi.
Seorang prajurit angkat bicara.
“Engkau telah mengambil sebagian dari harta kerajaan dan menyulut api
pemberontakan yang membahayakan kerajaan. Tindakanmu tak pantas untuk diampuni!
Serahkan harta itu, dan kami akan menghabisimu secepat mungkin!”
“Tidak akan! Hingga titik darah
penghabisan, akan kupertahankan harta ini demi keadilan! Kalian sudah banyak
membunuh orang-orang yang kusayangi, kalianlah yang pantas mati!”
“Lancang sekali mulutmu itu!
Semuanya, habisi dia!”
Tanpa perlawanan yang berarti,
seluruh prajurit mencabik-cabik tubuhnya hingga nyawanya bagai setipis benang.
Sang lelaki masih bertahan dari serangan para prajurit. Dengan sisa tenaga yang
dimiliki, dibukanya kotak itu dan dia ambil isinya. Para prajurit menghentikan
serangannya sejenak, mengamati apa yang ingin dilakukannya.
Dengan lemah, kedua kakinya berdiri
tegak. Sambil menggenggam benda itu, tangannya teracung ke depan. “Suatu hari, benda
ini akan mengakhiri dunia!” Kilat mencelap dari langit. “Kedua pena ini, tak
ada yang dapat menghentikannya untuk memberi kutukan. Dunia ini kotor, dunia
ini penuh nista dan ketidakadilan! Pantas untuk dihancurkan!”
Dia lemparkan kedua benda itu ke
langit. Bersamaan dengan petir yang menyambar, dua pena itu menghilang. Hidup
sang lelaki berakhir saat itu juga.
H-1 (00:00-Rumah Sakit Distrik
Satu)
Semilir angin meniup tirai-tirai di
celah-celah jendela Ruang Violet 7. Langit kelabu masih menaungi distrik 1,
menambah kelamnya suasana malam ini. Di atas kasur yang nyaman, terbaring lemah
seorang pemuda yang sembilan hari lalu tertimpa bilah besi bangunan saat beli
supermi, Andri. Bilah itu tepat menimpa punggung dan kakinya sehingga membuat
tulang rusuk dan betisnya patah. Kecelakaan yang menimpanya untung tidak
terlalu fatal, hanya saja kakinya tak bisa diselamatkan. Tulang betisnya yang
patah jadi tiga harus diamputasi, tapi ia masih bersyukur nyawanya tertolong
saat itu.
Pena yang ia temukan di amatinya
kembali. Selama di rumah sakit, di cobanya terus ujung pena itu, berharap
segores saja tinta keluar. Tapi sayang sekali tak sedikitpun pena itu mau
mengeluarkan tintanya. Ia mencoba terus didorong penasarannya, mungkin saja
kali ini ia harus menyerah untuk mencobanya.
“Pena yang bagus memang, sayang
sekali yah tak bisa digunakan buat nulis” gumannya, sambil mengambil buku
harian di mejanya. Ujung pena itu coba ia permainkan untuk corat-coret, saat
itulah ia terkejut.
Sebuah coretan kecil tercipta dari
goresan yang ia mainkan. Entah mengapa seperti tangannya digerakkan energi
gaib, jari-jarinya dengan luwes menulis sebuah kisah diatas lembaran kertas.
Tenaganya tak terlalu cepat, namun juga tak terlalu lambat, sangat halus
seperti orang menari. Matanya berkilat-kilat tajam, keringat menetes dari
lehernya. Awan berarak kembali turunkan hujan deras, hembuskan hawa dingin
menusuk kulit. Embun tercipta pada permukaan kaca jendela, mengalir pelan saat
bersatu sedikit demi sedikit. Tirai-tirai berkelebatan, nafasnya
terengah-engah. Andri seakan berada di dunia lain.
Setelah penuh satu buku harian, ia
ambil buku yang lain. Hal itu terjadi secara terus menerus hingga matahari
bersinar terang menyilaukan mata. Saat itulah baru ia letakkan pena diatas
bukunya. Ia memberinya judul ‘Putih’
Bersamaan dengan itu, angin bertiup
kencang menyibak jendela. Engselnya berdecit-decit, kasur Andri berderak-derak,
dan saat itulah sesosok makhluk putih bersayap masuk ke dalam ruangannya.
Sosok itu tersenyum melihat Andri.
Perlahan, tangan putihnya menembus dada Andri. Tanpa sempat terkejut, seluruh
tubuh Andri terasa ringan. Sosok itu mengamit tangannya, melesat menembus atap
hingga ke atas langit.
Dua
jam kemudian seisi rumah sakit panik dengan seluruh keadaan didalam Ruang
Violet 7. Kertas berserakan dimana-mana, kaca jendela yang pecah
berkeping-keping, dan juga muncul sebuah tulisan dilangit-langit ruangan yang
menggunakan darah segar.
Tulisan
itu masih meneteskan cairan merah kental. Sebuah kalimat besar-besar tertulis
menggunakan kalimat Jokerman,
‘TAK ADA LAGI KEMATIAN’
Hari H-Jam Z (Dunia Gila)
Seluruh dunia berpesta pora karena
setiap orang pasti abadi. Dengan keabadian itulah, tak ada yang mesti dilakukan
kecuali menyelenggarakan perayaan internasional. Teknologi berkembang pesat
seiring detik-detik terlewati. Seluruh permukaan bumi penuh sesak dengan adanya
pembangunan seluruh aspek kehidupan. Orang miskin telah lenyap, peperangan
musnah. Perdamaian telah menjadi menu utama yang dapat dirasakan umat manusia,
bahkan melintasi jagad raya dan masa lalu sudah jadi hal biasa.
Tapi inilah masalah yang sebenarnya.
Dalam cerita ‘Putih’ yang ditulis
oleh Andri, kelanjutan aktivitas sang tokoh utama masih berlangsung. Jayana,
yang berkali-kali melintasi waktu menyebabkan kekacauan dunia permanen. Sejarah
yang harusnya hanya jadi kenangan, kini bisa diubah sesuka hati. Alam semesta
menjadi terasa sempit karena semua manusia melewatinya tanpa batas. Orang-orang
yang membawa kerabatnya dari masa lalu atau masa depan membuat populasi manusia
jadi tak terkendali, ditambah lagi semua bersifat abadi! Karena kematian telah
lenyap, dunia jadi padat meski Amerika dan Rusia melenyapkan manusia
berkali-kali dengan nuklir. Seperti di film-film imajinasi, setiap tubuh yang
terpotong bisa menyambung kembali secara cepat. Tak ada rasa sakit dan sedih,
membuat manusia berperilaku seenaknya saja.
Dunia menjadi gila.
H+5 (Luar Angkasa)
Dua orang Angkasanot terjaga dari
tidurnya setelah dua belas hari tertidur dalam kapsul satelit. Waktunya meleset
dari target yang seharusnya tujuh hari, menjadi dua belas hari. Perjalanan yang
amat panjang, dari bumi hingga ke bulan. Namun alangkah terkejutnya mereka
melihat layar komunikasi mereka yang dipenuhi sinyal ‘SOS’ dan kata ‘Save Earth
Now!’ sejak tiga hari yang lalu. Mereka tahu, itu pertanda keadaan genting
dibumi saat ini. Secepatnya, mereka menuju ruang pengamat di atas satelit.
Semua mata membelalak. Tak percaya
dengan segala yang mereka lihat.
“Apa ini?!” Seru mereka berbarengan.
Jendela kaca berbatasan langsung
dengan ruang hampa udara bulan. Di setiap jendela kaca, kini bukan permukaan
bulan yang tampak, melainkan wajah-wajah para manusia yang tersenyum
mengerikan. Berkali-kali mereka menggumamkan kata ‘Fluch!-Fluch!’ yang dalam bahasa Jerman berarti ‘Kutukan’. Seluruh
layar monitor guna memantau keadaan bumi kini dipenuhi gambar manusia
berterbangan dimana-mana, seakan gerombolan lebah yang memenuhi angkasa. Ketika
mereka melongok keluar, bumi telah tertutup dengan tumpukan manusia hingga
menembus berlapis-lapis atmosfer. Tak tampak lagi rupa bumi sebagai planet,
melainkan hanyalah sebuah bola yang berisi tumpukan para manusia.
Boyolali, 10 April 2016
.....
makasih komentarnya... semoga menginspirasi....
BalasHapus